BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penyakit
demam thypoid sudah lama “menemani” kehidupan kita yang bermukim di Indonesia.
Bukan jenis penyakit baru, tapi tak kunjung berhasil diberantas. Bahkan karena
kebandelannya, kuman ini bisa bangkit lagi menyerang bila pengobatan tak
tuntas. Bagaimana supaya tak terjangkit thypoid, dan kalau sudah terjangkit
hal-hal penting apa yang harus dilakukan?
Setelah
beberapa hari demamnya tak kunjung turun, Tina dinyatakan terdeteksi menderita
tifus abdominalis atau lebih dikenal demam tifoid. Syukurlah, cukup diobati
selama dua minggu kondisinya sudah terlihat membaik. Sayang begitu obat
dihentikan, demam dan sakit perutnya mulai terasa kembali.
Rupanya
kuman salmonela, si biang keladi yang bersarang dalam usus halusnya belum
terbasmi tuntas. Begitu Tina diberi obat lagi selama dua minggu berikutnya,
kondisinya pun pulih. Ia tidak lagi diganggu sakit perut ataupun demam. Buang
airnya juga sudah kembali normal. Pemeriksaan darah di laboratorium klinik
terhadap salmonela memberi hasil negatif.
Kuman
salmonela merupakan penyebab tipes. Kuman penghantam usus halus ini terdiri
atas Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi A, B, C. Binatang seperti lalat
, unggas, kucing, anjing, sapi, kuda, babi serta binatang mengerat merupakan sahabat
kuman yang juga sangat betah tinggal dalam tubuh manusia. Salmonella typhi
umumnya lebih ganas daripada Salmonella paratyphi. Kalau pas naas, dalam tubuh
seorang penderita bisa saja hinggap sekaligus kedua macam salmonela itu.
Soalnya kuman ini cukup tangguh. Ia mampu bertahan hidup cukup lama dalam
tinja, sampah, daging, telur, makanan yang dikeringkan, bahkan dalam bahan
kimia seperti zat pewarna makanan sekalipun.
Rupanya
kuman salmonela, si biang keladi yang bersarang dalam usus halusnya belum terbasmi
tuntas. Begitu Tina diberi obat lagi selama dua minggu berikutnya, kondisinya
pun pulih. Ia tidak lagi diganggu sakit perut ataupun demam. Buang airnya juga
sudah kembali normal. Pemeriksaan darah di laboratorium klinik terhadap
salmonela memberi hasil negatif.
Pengobatan
penyakit usus ini memang susah-susah gampang, karena memerlukan pemantauan
berkelanjutan. Pasalnya, bila kuman belum terbasmi dengan baik, dan pengobatan
dihentikan, bisa saja muncul gejala ulang seperti pada Tina tadi. Atau bahkan yang
lebih fatal lagi, dapat terjadi komplikasi pada organ lain.
Di
saat musim hujan, penyakit tipes mulai banyak menyerang karena bakteri dengan
mudah berkembangbiak. Tifus sering terlambat terdiagnosis karena gejalanya
mirip penyakit lain. Kenali gejala khas tifus. Ciri-ciri umunya adalah pusing
seperti mau flu, demam disertai nyeri, mual dan lemas, panas, badan terasa
tidak enak dan lemas. Tifus disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi
yang berasal dari makanan atau minuman yang sudah terkontaminasi bakteri
tersebut dari kotoran orang yang sebelumnya terkena tipes. Karenanya penyakit
ini bisa menular, untuk itu bagi orang yang terkena tipes kalau habis BAB harus
mencuci tangan hingga bersih.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa itu Thypoid ?
2. Apa penyebab penyakit ini ?
3. Mengapa penyakit ini bisa terjadi ?
4. Apa tanda-tanda atau gejala penyakit
ini ?
5. Apa saja jenis-jenisnya ?
6. Bagaimana cara pencegahan dan
pengobatan penyakit ini ?
C.
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui mengenai penyakit
Thypoid.
2. Untuk mengetahui penyebab penyakit
ini.
3. Untuk mengetahui mengapa penyakit
bisa terjadi.
4. Untuk mengetahui tanda-tanda atau
gejala penyakit ini
5. Untuk Mengetahui Jenis-jenisnya.
6. Untuk mengetahui cara pencegahan dan
pengobatan penyakit ini.
BAB II
KONSEP
DASAR MEDIS
A.
DEFINISI THYFOID
Demam Thyfoid (enteric fever) adalah penyakit
infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam
yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran
(Nursalam dkk.,2005, hal 152).
Thyfoid adalah
penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh
faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and
Sudart, 1994 ).
Thyfoid adalah
penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi (
Arief Maeyer, 1999 ).Thyfhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan
gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type
A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
B.
ETIOLOGI
Etiologi
typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. Kuman
Salmonella thypii masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman yang
tercemar. (Soegeng
Soegijanto, 2002). Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien
dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh
dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan
air kemih selama lebih dari 1 tahun.
C.
PATOFISIOLOGI
Kuman Salmonella
typi masuk tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang
tercemar. Sebagian kuman dimusnakan oleh asam lambung. Sebagian lagi masuk ke
usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang
mengalami hipertrofi. Di tempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi
intestinal dapat terjadi. Kuman Salmonella Typi kemudian menembus ke
lamina propia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesenterial, yang
juga mengalami hipertrofi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini
salmonella typi masuk ke aliran darah melalui ductus thoracicus. Kuman salmonella
typi lain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella
typi bersarang di plaque peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain sistem
retikuloendotelial. Semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia pada demam
tifoid disebabkan oleh endotoksemia. Tapi kemudian berdasarkan penelitian
ekperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama
demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid. Endotoksin salmonella
typi berperan pada patogenesis demam tifoid, karena membantu terjadinya
proses inflamasi lokal pada jaringan tempat salmonella typi berkembang
biak. Demam pada tifoid disebabkan karena salmonella typi dan
endotoksinnya merangsang sintesis dan penglepasan zat pirogen oleh zat leukosit
pada jaringan yang meradang.
Masa tunas
demam tifoid berlangsung 10-14 hari. Gejala-gejala yang timbul amat
bervariasi. Perbedaaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia, tetapi juga
di daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu gambaran penyakit
bervariasi dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran
penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian hal ini menyebabkan bahwa
seorang ahli yang sudah sangat berpengalamanpun dapat mengalami kesulitan
membuat diagnosis klinis demam tifoid.
Penularan
salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F
yaitu food (makanan), fingers (jari tangan/kuku), fomitus
(muntah), fly (lalat), dan melalui feses. Feses dan muntah pada
penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada
orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana
lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat.
Apabila orang tersebut kurang
memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang
tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui
mulut. Kemudian kuman masuk kedalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan
oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan
mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang
biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial.
Sel-selretikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi
darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus
halus dan kandung empedu.
Semula
disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh
endotoksemia, tetapi
berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia
bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia
berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada
usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan
endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada
jaringan yang meradang.
Masa inkubasi demam tifoid
berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari) bergantung
jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap
dalamkeadaan asimtomatis. (Soegeng soegijanto, 2002).
D.
MANIFESTASI KLINIS
Masa tunas
typhoid 10 – 14 hari
1. Minggu I
Pada umumnya demam berangsur naik,
terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot,
nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan
tidak enak di perut.
2. Minggu II
Pada minggu II gejala sudah jelas dapat
berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi),
hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.
E.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Pemeriksaan darah
a.
Pemeriksaan
darah untuk kultur (biakan empedu)
Salmonella
typhosa dapat ditemukan dalam darah penderita pada minggu pertama sakit, lebih
sering ditemukan dalam urine dan feces dalam waktu yang lama.
b.
Pemeriksaan widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella typhi
terdapat dalam serum pasien demam typoid, juga pada orang yang pernah ketularan
salmonella typhi dan juga para orang yang pernah divaksinasi terhadap demam
typoid.
Dari pemeriksaan widal, titer antibodi terhadap antigen O yang
bernilai > 1/200 atau peningkatan > 4 kali antara masa akut dan
konvalensens mengarah kepada demam typoid, meskipun dapat terjadi positif
maupun negatif palsu akibat adanya reaksi silang antara spesies salmonella.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman salmonella typhi pada biakan
empedu yang diambil dari darah klien.
Akibat infeksi oleh kuman salmonella typhi pasien membuat antibodi
(aglutinin), yaitu:
1.
Aglutinin O, yang dibuat karena
rangsangan antigen (berasal dari tubuh kuman).
2.
Aglutinin H, berasal dari
rangsangan antigen H (berasal dari flagella kuman).
3.
Aglutinin Vi, karena rangsangan
antigen Vi (berasal dari simpel kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosis, makin tinggi titernya makin besar klien
menderita typoid.
Faktor yang berhubungan
dengan klien, yang mempengaruhi uji Widal antara lain :
1. Keadaan umum, gizi buruk dapat menghambat
pembentukan antibodi.
Saat pemeriksaan selama
perjalanan penyakit, aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah
klien sakit satu minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
2. Penyakit-penyakit
tertentu
ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typoid yang tidak
dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma
lanjut.
3. Pengobatan dini
dengan antibiotika
pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat
pembentukan antibodi.
4. Obat-obatan
imunosupresif atau kortikosteroid
Obat-obat tersebut dapat
menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem
retikuloendotelial.
5. Vaksinasi dengan
kotipa atau tipa
seseorang yang
divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin
O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin
H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin
H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.
6. Infeksi klien dengan
klinis/ subklinis oleh salmonella sebelumnya
keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun
dengan hasil titer yang rendah.
7. Reaksi anamnesa
keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap
salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typoid pada
seseorang yang pernah tertular salmonella dimasa lalu.
2.
Pemeriksaan sumsum tulang belakang
Terdapat gambaran sumsum tulang
belakang berupa hiperaktif Reticulum Endotel System (RES) dengan adanya sel makrofag.
F.
KOMPLIKASI
Komplikasi pada demam
typoid dapat terjadi pada usus halus, umumnya jarang terjadi bila terjadi
sering fatal diantaranya adalah:
1)
Perdarahan Usus
Perdarahan Usus bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin.
Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan
nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
2)
Perforasi Usus
Perforasi Usus timbul biasanya pada
minggu ke-3 atau setelah itu dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi
yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara
dirongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara
hati dan diafragma. Pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
3)
Peritonitis
Peritonitis biasanya menyertai
perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus halus. Ditemukan gejala
abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defense
musculair) dan nyeri tekan.
Komplikasi di usus halus, terjadi karena lokalisasi peradangan akibat
sepsis (bakterimia) yaitu meningitis, kolesistitis, ensefalopati dan lain-lain,
terjadi karena infeksi sekunder yaitu Bronkopneumonia. Dehidrasi dan asidosis
dapat timbul akibat masukan makanan yang kurang dan respirasi akibat suhu tubuh
yang tinggi.
G.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan demam thyfoid
terdiri atas 3 bagian, yaitu:
1.
Perawatan
Pasien harus tirah
baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14
hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah perdarahan usus. Mobilisasi
pasien dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
2. Diet
Di masa lampau, pasien
demam typoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai
dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut dimaksudkan
untuk menghindari komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus, karena ada
pendapat bahwa usus perlu di istirahatkan.
3. Terapi Obat-obatan
Obat-obatan antimikroba yang sering dipergunakan,
antara lain :
·
Kloramfenikol
Dosis hari pertama 4 kali
250 mg, hari kedua 4 kali 500 mg, diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2
hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4 kali 250 mg selama 5 hari
kemudian.
·
Tiamfenikol
Dosis dan efektifitas
tiamfenikol pada demam typoid sama dengan kloramfenikol. Komplikasi hematologis
pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang dari pada kloramfenikol. Dengan tiamfenikol demam
pada demam typoid turun setelah rata-rata 5-6 hari.
·
Ampicilin dan Amoxilin
Efektifitas keduanya
lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunaannya
adalah klien demam typoid dengan leukopenia. Dosis 75-150 mg/kg berat badan,
digunakan sampai 7 hari bebas demam.
·
Kontrimoksazol kombinasi trimetroprin
dan sulfametaksazol)
Efektifitas nya kurang
lebih sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa
2 kali 2 tablet sehari digunakan sampai 7 hari bebas demam turun setelah 5-6
hari.
·
Sepalosporin generasi ketiga
Beberapa uji klinis menunjukkan
bahwa sepalosporin generasi ketiga antara lain sefoperazon, cefriaxone,
cefotaxim efektif untuk demam typoid.
·
Fluorokinolon
Fluorokinolon efektif
untuk demam typoid, tetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum
diketahui dengan pasti.
Selain dengan pemberian
antibiotik, penderita demam typoid juga diberikan obat-obatsimtomatik antara
lain:
·
Antipiretika
Antipiretika tidak perlu diberikan
secara rutin setiap klien demam typoid karena tidak berguna.
·
Kortikosteroid
Klien yang toksit dapat diberikan kortikosteroid oral atau
parenteral dalam pengobatan selama 5 hari. Hasilnya biasanya sangat memuaskan,
kesadaran klien menjadi baik, suhu badan cepat turun sampai normal, tetapi
kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa indikasi, karena dapat menyebabkan
perdarahan intestinal dan relaps.
H.
PENCEGAHAN
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan
setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan,
hindari minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah,
rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas.
I.
HADIST TENTANG
PENULARAN DEMAM THYFOID
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إ
ِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي شَرَابِ
أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ ثُمَّ لِيَنْزِعْهُ فَإِنَّفِي إِحْدَى جَنَاحَيْهِ
دَاءً وَالْأُخْرَى شِفَاءً(صحيحالبخاري)
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW telah bersabda:
“Jika jatuh seekor lalat pada minuman kalian maka benamkanlah, lalu keluarkan, sungguh disalah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sebelah sayap lainnya kesembuhan” [Hadis Shahih Riwayat Bukhari (3320), Abu Daud (3844), Ibnu Majah (3505)]
DAFTAR PUSTAKA
Smelzer
Suzanne, G. Bare Brenda.2001.Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8,vol.
2.Jakarta:EGC.
A.Price
Sylvia, M. Wilson Lorraine.2005.Patofisiologi, edisi 6, Vol. 2.Jakarta:EGC
M.Wilkinson judith,R.Ahern Nancy.Buku
Saku Diagnosis Keperawatan Edisi.9.2011.Jakarta:EGC
KONSEP
DASAR KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
1.
IDENTITAS PASIEN
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal MRS,
dan diagnosa medis.
2.
RIWAYAT KESEHATAN PASIEN
a) Keluhan Utama
Pada pasien Thypoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan
kembung, nafsu makan menurun, panas dan demam.
b)
Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah
mengalami sakit Thypoid, apakah tidak pernah, apakah menderita penyakit
lainnya.
c)
Riwayat Penyakit Sekarang
Pada
umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam, anorexia, mual, muntah,
diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala pusing, nyeri
otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.
d)
Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah
dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid atau sakit yang
lainnya.
e)
Riwayat Psikososial
Psiko
sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul
gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang
dideritanya.
f)
Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1)
Pola pesepsi dan tatalaksana kesehatan
Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan
masalah dalam kesehatannya.
2)
Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit,
lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status
nutrisi berubah.
3)
Pola aktifitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan
fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
4)
Pola tidur dan aktifitas
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan
yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.
5)
Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi refensi bila
dehidrasi karena panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan.
6)
Pola reproduksi dan sexual
Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau
sudah menikah akan terjadi perubahan.
7)
Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi
pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
8)
Pola persepsi dan konsep diri
Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam
mengatasi masalah penyakitnya.
9)
Pola penanggulangan stress
Stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam
mengatasi masalah penyakitnya.
10) Pola hubungan interpersonal
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya
selama sakit.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien
akan menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan
terganggu.
3.
PEMERIKSAAN FISIK
1)
Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid
mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak enak, anorexia.
2)
Kepala dan leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata
normal, konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering,
lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran normal leher
simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
3)
Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah
abdomen ditemukan nyeri tekan.
4)
Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan
tidak terdapat cuping hidung.
5)
Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan
darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien
mengalami peningkatan suhu tubuh.
6)
Sistem integumen
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat
banyak, akral hangat.
7)
Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi,
produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg
BB/jam.
8)
Sistem muskuloskolesal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau
tidak ada gangguan.
9)
Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar
toroid dan tonsil.
10) Sistem persyarafan
Apakah kesadaran itu penuh atau apatis, somnolen
dan koma, dalam penderita penyakit thypoid.
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Hipertermia berhubungan dengan penyakit atau trauma
2.
Nyeri akut berhubungan dengan agen-agen penyebab penyakit
3.
Diare berhubungan dengan proses infeksi
4.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan tidak adekuat
5.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutu han tubuh
berhubungan mual dan muntah
6.
Keletihan berhubungan dengan mal nutrisi
7.
Konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen
8.
Ansietas berhubungan dengan perubahan staatus kesehatan
9.
Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan tidak familier
dengan sumber informasi
10.
Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ketidakseimbangan
nutrisi.
C.
INTERVENSI
1. Hipertermia
berhubungan dengan penyakit atau trauma.
Tujuan dan Kriteria Hasil
(NOC)
|
Intervensi
(NIC)
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam pasien akan :
1)
Suhu tubuh akan kembali normal, keamanan dan kenyaman
pasien dipertahankan selama pengalaman demam dengan kriteria suhu antara
36,5-37 0C, RR dan Nadi dalam batas normal,
2)
Melaporkan tanda dan gejala dini hipertermia
|
1) Monitor
tanda-tanda vital tiap 2 jam
2) Berikan
Kompres hangat pada daerah axilla atau leher.
3) Berikan suhu
lingkungan yang nyaman bagi pasien.
4) Anjurkan
pasien mengenakan pakaian tipis.
5) Anjurkan
pasien Anjurkan
untuk banyak minum air putih
6) Berikan HE
tentang pentingnya pemberian kompres hangat pada pasien.
7) kolaborasi
pemberian obat antipiretik dan antibiotik .
|
2. Nyeri akut
berhubungan dengan agen-agen penyebab penyakit
Tujuan dan Kriteria Hasil
(NOC)
|
Intervensi
(NIC)
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam pasien akan :
1)
Melaporkan tidak adanya nyeri
2)
Menunjukkan pengendalian adanya nyeri
|
1) Kaji nyeri secara komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi)
2) Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
3) Kaji kultur yang mempengaruhi respon
nyeri.
4) Ajarkan tentang teknik non farmakologi
5) Tingkatkan istirahat
6) Berikan HE
tentang teknik non farmakologi.
7) Kolaborasi
pemberian obat analgetik.
8) Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
|
3. Diare
berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan dan Kriteria Hasil
(NOC)
|
Intervensi
(NIC)
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 1x24 jam pasien akan :
pola eliminasi Pasien akan kembali normal dengan
kriteria :
1) makan tanpa
muntah, mual, tidak distensi perut,
2) feses lunak,
coklat dan berbentuk, tidak nyeri atau kram perut, Bab sehari sekali tiga
hari..
|
1) evaluasi
intake makanan yang masuk
2) identifikasi
penyebab diare
3) observasi
turgor kulit secara rutin
4) ukur diare /
keluaran BAB
5) Kompres
hangat pada abodmen
6) instruksikan
klien untuk makan rendah serat, tinggi protein dan tinggi kalori jika
memungkinkan
|
4. kekurangan
volume cairan berhubungan dengan asupan
cairan tidak adekuat
Tujuan dan Kriteria Hasil
(NOC)
|
Intervensi
(NIC)
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam pasien akan :
1) tidak
mengalami haus yang tidak normal
2) Memiliki
keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam.
|
1)
Pantau ketidakseimbangan elektrolitklien.
2)
Berikan cairan Peroral
3)
Pantau nutrisi
4)
Kolaborasi pemberian terapi Intra Vena.
|
5. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan mual dan muntah
Tujuan dan Kriteria Hasil
(NOC)
|
Intervensi
(NIC)
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam pasien akan :
1)
Melaporkan Nafsu makan kembali normal,
2)
Melaporkan Tidak ada keluhan anoreksia, nausea.
3)
Menunjukkan Porsi makan dihabiskan.
|
1) Kaji kemampuan makan klien
2) Kaji mual dan
muntah klien
3) Timbang berat badan setiap hari
atau sesuai indikasi.
4) Pertahankan
massa tubuh dan BB dalam batas normal
5) Manajemen
nutrisi klien
6) Berikan kebersihan mulut terutama
sebelum makan.
7) Kolaborasi dengan ahli gizi sesuia
indikasi.
|
6. Keletihan
berhubungan dengan mal nutrisi
Tujuan dan Kriteria Hasil
(NOC)
|
Intervensi
(NIC)
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam pasien akan :
1) Mengidentifikasi
faktor psikologis dan fisiologis yang dapat menyebabkan keletihan.
2) Pertahankan
kemamuan untuk berkonsentrasi
|
1) Manajemen
energi klien
2) Manajemen
Nutrisi Klien
3) Manajemen
lingkungan klien
4) Terapi
aktivitas klien
|
7. Konstipasi
berhubungan dengan kelemahan otot abdomen
Tujuan dan Kriteria Hasil
(NOC)
|
Intervensi
(NIC)
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam pasien akan :
3) Pola
eliminasi dalam rentang normal.
4) Melaporkan
keluarnya feses disertai berkurangnya nyeri dan mengejan dengan konsistensi
feses lunak dan berbentuk.
|
5) Kaji pola eliminasi klien
6) Auskultasi bising usus
7) Selidiki keluhan nyeri abdomen
8) Observasi gerakan usus, perhatikan
warna, konsistensi, dan jumlah feses
9) Manajemen
cairan klien
10) Berikan
makanan tinggi serat pada klien.
11) Kolaborasi
pemberian obat pencahar.
|
8. Ansietas
berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
(NOC)
|
Intervensi
(NIC)
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam pasien akan :
1) Mengontrol
kecemasan
2) menggunakan
teknik relaksasi untuk mengurangi cemas
|
1) gunakan pendekatan yang menenangkan
2)
identifikasi
tingkat kecemasan
3) dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
4)
instruksikan
pasien menggunakan teknik relaksasi
|
9. Defisiensi pengetahuan
berhubungan dengan tidak familier dengan sumber informasi
Tujuan dan Kriteria Hasil
(NOC)
|
Intervensi
(NIC)
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam pasien akan :
1)
Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang
penyakit , kondisi, prognosis dan program pengobatan.
2)
Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar.
|
1)
Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien
tentang proses penyakit yang spesifik.
2)
Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat.
3)
Berikan informasi padapasien tentang kondisi, dengan
cara yang tepat.
4)
Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat.
|
10. Risiko
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ketidakseimbangan nutrisi.
Tujuan dan Kriteria Hasil
(NOC)
|
Intervensi
(NIC)
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam pasien akan :
1. Mendemonstrasikan aktivitas perawatan kulit
rutin yang efektif.
2. Memiliki
warna kulit normal
3. Memiliki suhu
tubuh normal
4. Tidak
mengalami nyeri di ekstremitas
|
1. Berikan
asuhan tirah baring
2. Berikan
perawatan pada area insisi
3. Manjemen
penekanan
4. Berikan
pencegahan ulkus dekubitus
5. Lakukan
Surveilans kulit
6. Berikan
Perawatan kulit
|