KONSEP DASAR
MEDIS
A. Devinisi
Penyakit Kusta
Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni
kushtha berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta
disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr.
Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus
Hansen.
Menurut Depkes RI
(1996) diacu dalam Hutabarat (2008) penyakit kusta adalah penyakit menular yang
menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang
menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Menurut Depkes RI
(2006) diacu dalam Hutabarat (2008) penyakit kusta adalah salah satu penyakit
menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud
bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, dan
psikologis.
Permasalahan
penyakit kusta ini bila dikaji secara mendalam merupakan permasalahan yang
sangat kompleks dan merupakan permasalahan kemanusiaan seutuhnya. Masalah yang
dihadapi pada penderita bukan hanya dari medis saja tetapi juga adanya masalah
psikososial sebagai akibat penyakitnya. Dalam keadaan ini warga masyarakat
berupaya menghindari penderita. Sebagai akibat dari masalah-masalah tersebut
akan mempunyai efek atau pengaruh terhadap kehidupan bangsa dan negara, karena
masalah-masalah tersebut dapat mengakibatkan penderita kusta menjadi tuna
sosial, tuna wisma, tuna karya dan ada kemungkinan mengarah untuk melakukan
kejahatan atau gangguan di lingkungan masyarakat.
Kusta tampil
dalam dua jenis bentuk klinis utama yaitu kusta bentuk kering ( tuberkuloid )
dan kusta bentuk basa ( lpromatosa ) dan bentuk ketiga yaitu bentuk peralihan (
borederline ) ( wim de Jong et Al 2005 )
1.
Kusta bentuk
kering
Tidak
menular, kelainan kulit berupa bercak keputihan sebesar uang logam atau lebih
besar, sering timbul di pipi, punggung, paha dan lengan. Bercak tampak kering
2.
Kusta bentuk
basah
Bentuk
menular karna kumannya banyak terdapat di selaput lendir kulit dan organ tubuh
lainnya, dapat berupa bercak kemerahan kecil-kecil tersebar di seluruh badan,
berupa penebalan kulit yang luas sebagai infiltrate yang tampak mengkilat dan
berminyak, dapat berupa benjolan marah sebesar biii jagung yang tersebar di
badan, muka dan daun telinga. Di sertai rontoknya air mata dan menebalnya daun
telinga
3.
Kusta tipe
peralihan
Merupakan
peralihan antara kedua tipe utama. Pengobatan tipe ini di masukkan ke dalam
jenis tipe basah
B.
Etiologi Penyakit Kusta
Penyakit
ini sebenarnya disebabkan oleh bakteri pathogen Mycobacterium leprae yang
ditemukan oleh seorang ahli fisika Norwegia bernama Gerhard Armauer Hansen,
pada tahun 1874 lalu. Mycobacterium leprae merupakan salah satu kuman
yang berbentuk basil dengan ukuran 3-8 Um x 0,5 Um.
Penelitian
dengan mikroskop electron tampak bahwa M. leprae mempunyai dinding yang
terdiri atas 2 lapisan, yakni lapisan padat terdapat pada bagian dalam yang
terdiri atas peptidoglikan dan lapisan transparan pada bagian luar yang terdiri
atas lipopolisakarida dan kompleks protein-lipopolisakarida. Dinding
polisakarida ini adalah suatu arabinogalaktan yang diesterifikasi oleh asam
mikolik dengan ketebalan 20nm (9,10). Tampaknya peptidoglikan ini mempunyai
sifat spesifik (11) pada M.leprae , yaitu adanya asam amino
glisin,sedangkan pada bakteri lain mengandung alanin. M. leprae ini
merupakan basil gram positif karena sitoplasma basil ini mempunyai struktur
yang sama dengan basil gram positif yang lain yaitu mengandung DNA dan RNA
C.
Patofisiologi
Kuman Mycobacterium leprae masuk ke
dalam tubuh melalui saluran pernafasan (Sel Schwan) dan kulit yang tidak utuh.
Sumber penularan adalah penderita kusta yang banyak mengandung kuman (tipe
multibasiler) yang belum diobati. Kuman masuk ke dalam tubuh menuju tempat
predileksinya yaitu saraf tepi. Saat Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh,
perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respons tubuh
setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas pasien.
Mycobacterium leprae berpredileksi di daerah-daerah yang relatif lebih dingin,
yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit. Derajat penyakit tidak
selalu sebanding dengan derajat infeksi karena respons imun pada tiap pasien
berbeda.
Setelah mikobakterium leprae masuk kedalam tubuh, perkembangan penyakit
kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon setelah masa
tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas seluler (celuler
midialet immune) pasien. Kalau sistem imunitas seluler tinggi, penyakit
berkembang kearah tuberkoloid dan bila rendah berkembang kearah lepromatosa.
Mikobakterium leprae berpredileksi didaerah-daerah yang relatif dingin, yaitu
daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit.
Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena imun
pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi
seluler dari pada intensitas infeksi oleh karena itu penyakit kusta disebut
penyakit imonologik.
Cara-cara
penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda tanya. Yang
diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita, yakni selaput
lendir hidung. Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta
adalah:
1. Melalui sekret
hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang sudah
mengering, diluar masih dapat hidup 2–7 x 24 jam.
2. Kontak kulit
dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun, keduanya
harus ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak yang lama
dan berulang-ulang.
3. Penyakit kusta
dapat ditularkan dari penderita kusta tipe multi basiler kepada orang lain
dengan cara penularan langsung. Sebagian besar para ahli berpendapat bahwa
penyakit kusta dapat ditularkan melalui saluran pernapasan dan kulit. Masa
inkubasinya yaitu 3-5 tahun
D. Manifestasi Klinik
Menurut WHO (1995) diagnosa kusta ditegakkan bila terdapat satu dari tanda
kardinal berikut:
1. Tanda-tanda pada
kulit
·
Lesi kulit dapat
tunggal atau multipel biasanya hipopigmentasi tetapi kadang-kadang lesi
kemerahan atau berwarna tembaga biasanya berupa: makula, papul, nodul.
Kehilangan sensibilitas pada lesi kulit merupakan gambaran khas.
·
Kulit mengkilat
·
Bercak yang tidak gatal
·
Adanya bagian-bagian yang tidak berkeringat
atau tidak berambut
2. Tanda-tanda pada
syaraf
·
Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada
anggota badan
·
Gangguan gerak anggota badan/bagian muka
·
Adanya cacat (deformitas)
·
Luka (ulkus) yang tidak mau sembuh
E. Pencegahan dan Penatalaksanaan Penyakit Kusta
Beberapa
pencegahan yang dapat di lakukan yaitu sebagai berikut:
1. Pencegahan
Primodial
Tingkat pencegahan ini adalah tingkat
pencegahan yang paling baru dikenal. Tujuan dari pencegahan primordial adalah
untuk menghindari kemunculan dan kemapanan di bidang social, ekonomi, dan pola
kehidupan yang diketahui mempunyai kontribusi untuk meningkatkan resiko
penyakit. Pencegahan primordial yang efektif itu memerlukan adanya peraturan
yang keras dari pemerintah dan ketentuan tentang fiscal agar dapat melaksanakan
kebijaksanaan yang ada.
Pemerintah
dengan berbagai macam program dan kebijakan. Program yang terkenal dalam
menangani penyakit ini adalah “Pemberantasan Penyakit Menular Langsung Kusta”.
Perlu adanya kebijakan yang keras pada penerapan program ini di setiap daerah
agar program ini dapat berjalan dengan efektif dan diharapkan mampu
menanggulangi dan mengurangi penderita kusta di Indonesia.
2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah
pencegahan tingkat pertama, tujuannya adalah untuk mengurangi insidensi
penyakit dengan cara mengendalikan penyebab-penyebab penyakit dan faktor-faktor
resikonya, pencegahan ini terdiri dari :
a. Promosi
kesehatan
Yaitu dengan cara penyuluhan-penyuluhan tentang penularan,
pengobatan dan pencegahan penyakit kusta, serta pentingnya makanan sehat dan
bergizi untuk meningkatkan status gizi tiap individu menjadi baik.
Menurut Depkes RI
(2005a) diacu dalam Hutabarat (2008) pencegahan primer dilakukan pada kelompok
orang sehat yang belum terkena penyakit kusta dan memiliki risiko tertular
karena berada di sekitar atau dekat dengan penderita seperti keluarga penderita
dan tetangga penderita, yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang kusta.
Penyuluhan yang diberikan petugas kesehatan tentang penyakit kusta adalah
proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat yang belum
menderita sakit sehingga dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi
kesehatannya dari penyakit kusta. Sasaran penyuluhan penyakit kusta adalah
keluarga penderita, tetangga penderita dan masyarakat).
b. Pemberian Imunisasi
Sampai saat ini belum ditemukan upaya
pencegahan primer penyakit kusta seperti pemberian imunisasi (Saisohar,1994).
Dari hasil penelitian di Malawi tahun 1996 didapatkan bahwa pemberian vaksinasi
BCG satu kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebesar 50%,
sedangkan pemberian dua kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta
sebanyak 80%, namun demikian penemuan ini belum menjadi kebijakan program di
Indonesia karena penelitian beberapa negara memberikan hasil berbeda pemberian
vaksinasi BCG tersebut (Depkes RI, 2005a dalam Hutabarat, 2008).
3. Pencegahan
Sekunder
Pencegahan ini meliputi diagnosis
dini dan pemberian pengobatan (prompt treatment).
a. Diagnosis
dini yaitu diagnosis dini pada kusta dapat dilakukan dengan pemeriksaan kulit,
dan pemeriksaan syaraf tepi dan fungsinya .
b. Pengobatan
yang diberikan pada penderita kusta adalah DDS (diaminodifenilsulfon),
klofazimin, rifampisin, prednisone, sulfatferrosus dan vitamin A. Pengobatan lain adalah dengan Multi drug treatment (MDT) yaitu
gabungan pemberian obat refampicin, ofloxacin dan minocyclin sesuai dengan
dosis dan tipe penyakit kusta.
Pengobatan kusta ini dilakukan secara teratur dan terus menerus selama
6-9 bulan.
Menurut Depkes RI (2006)
diacu dalam Hutabarat (2008) pencegahan sekunder dilakukan dengan pengobatan
pada penderita kusta untuk memutuskan mata rantai penularan, menyembuhkan
penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat
yang sudah ada sebelum pengobatan. Pemberian Multi drug therapy pada
penderita kusta terutama pada tipe Multibaciler karena tipe tersebut
merupakan sumber kuman menularkan kepada orang lain.
4. Pencegahan
Tersier
Pencegahan tersier dimaksudkan untuk
mengurangi kemajuan atau komplikasi penyakit yang sudah terjadi, dan adalah
merupakan sebuah aspek terapatik dan kedokteran rehabilitasi yang paling
penting .Pencegahan tersier merupakan usaha
pencegahan terakhir
Penatalaksanaan
Pada
penatalaksanaan pada penyakit kusta ada beberapa obat yang di gunakan sebagai
berikut:
1. Rifampicin, dapat
membunuh bakteri kusta dengan menghambat perkembangbiakan bakteri (dosis 600mg)
2. Vitamin A (untuk
menyehatkan kulit yang bersisik).
3. Clofamizine (CLF), menghambat pertumbuhan dan
menekan efek bakteri perlahan pada Mycobacterium
Leprae dengan berikatan pada DNA bakteri
4. Ofloxacin, synthetic fluoroquinolone, yang
bereaksi menyerupai penghambat bacterial DNA gyrase
5. Minocycline, semisynthetic tetracycline,
menghambat sintesis protein pada bakteri
Secara umum terdapat empat jenis obat
antikusta, yaitu :
1.
Sulfon
2.
Rifampisin
3.
Klofazimin
4.
Prototionamide dan etionamide
PANDANGAN ISLAM TENTANG PENYAKIT KUSTA
sabda Rasulullah,
"Tidak ada penyakit menular, tidak ada ramalan, tidak ada kegundahan
dan tidak ada bahaya di bulan Shafar." (Muttafaqun 'Alaihi) Bagaimana
hukumnya menolak hadits ini? Bagaimana memadukan hadits ini dengan hadits "Larilah
kamu dari orang yang berpenyakit kusta seperti larimu dari macam?
Al-Adwa' (penyakit
menular) adalah penyakit yang berpindah dari orang sakit kepada orang sehat.
Seperti yang terjadi pada penyakit-penyakit inderawi, penularan juga terjadi
pada penyakit-penyakit maknawi. Maka dari itu Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam
mengabarkan bahwa orang yang duduk bersama orang buruk seperti orang yang meniup
bara api; baik akan membakar bajunya sendiri atau akan mencium bau yang tidak
sedap. Sabda Rasulullah, "penyakit menular" mencakup penyakit menular
yang bersifat fisik inderawi dan maknawi.
"Ath-Thairah"
adalah merasa pesimis karena melihat, mendengar atau mengetahui sesuatu.
Sebagian
manusia ada yang membuka mushaf Al-Qur'an untuk mendapatkan optimisme, jika dia
membaca ayat-ayat tentang neraka, maka dia berkata; ini pertanda tidak baik,
dan jika membaca ayat-ayat tentang surga, ini pertanda baik. Tindakan seperti
ini sebenarnya sama dengan tindakan orang-orang jahiliyah yang mengundi nasib
dengan anak panah.
sabda
Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam, "Larilah kamu dari orang yang
berpenyakit kusta seperti kamu lari dari macan." Penyakit kusta adalah
penyakit ganas yang menular dengan cepat dan dapat mematikan penderitanya,
bahkan ada yang mengatakan bahwa penyakit kusta itu adalah wabah, maka
diperintahkan agar menjauh supaya tidak terjadi penularan. Dalam hadits itu
ditegaskan tentang adanya penularan, tetapi penularan itu bukan sesuatu yang
pasti sehingga menjadi 'illah yang pasti pula. Tetapi Nabi Shallallahu Alahi wa
Sallam memerintahkan untuk menjauhi penderita kusta dan tidak mendekatkan orang
yang sakit dengan orang sehat, dilihat dari sudut pandang menjauhi sebab-sebab
bukan dari bab pengaruh sebab itu sendiri. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
"Janganlah kalian menjerumuskan diri kalian sendiri kepada
kebinasaan." (Al-Baqarah: 195).
Tidak
dikatakan bahwa Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam mengingkari adanya
pengaruh penyakit menular, karena ini adalah perkara yang realistis dan masih
ada hadits-hadits yang lain.
Ketika Nabi
Shallallahu Alahi wa Sallam bersabda, "Tidak ada penyakit menular",
seorang lelaki bertanya, "Ya Rasulullah, tidak tahukah engkau bahwa jika
di padang pasir ada seekor onta betina, lalu dikawin oleh onta jantan yang
sakit kudis maka onta betina itu akan kudisan juga? Nabi menjawab, "Lalu
siapa yang menulari onta yang pertama?"
Jawaban
Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam dengan sabdanya, "Siapa yang menulari
onta yang pertama?" mengisyaratkan bahwa penyakit itu pindah dari onta
yang sakit kepada onta yang sehat atas aturan Allah. Penyakit yang menimpa pada
onta yang pertama tidak ada yang menularinya, melainkan turun dari sisi Allah
Subhanahu wa Ta'ala. Ada sesuatu yang disebabkan oleh sesuatu tertentu dan ada
sesuatu yang tidak disebabkan oleh sesuatu tertentu. Kudis yang menimpa onta
yang pertama tidak diketahui penyebabnya, melainkan karena sudah ditakdirkan
oleh Allah, sedangkan kudis yang menimpa setelahnya karena ada sebab tertentu
dan jika Allah berkehendak tidak menular. Maka dari itu kadang ada onta yang
terkena penyakit kudis kemudian sembuh dan tidak mati. Begitu juga wabah
penyakit dan kolera merupakan penyakit menular, kadang masuk rumah sehingga
menimpa sebagian anggota keluarga hingga mati, kadang ada yang bisa
diselamatkan dan kadang ada yang tidak terkena sama sekali. Manusia harus
bersandar kepada Allah dan bertawakal kepada-Nya.
Penyakit kusta dalam Islam dari Al Quran dan
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
1.
Alquraan :
·
Ali Imran ayat
49.
Dan
(sebagai) Rasul kepada Bani Israil (yang berkata kepada mereka):
"Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda
(mukjizat) dari Tuhanmu, yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah berbentuk
burung; kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan seizin
Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang
berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan aku
kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu.
Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku)
bagimu, jika kamu sungguh-sungguh beriman. (QS:
Ali Imran Ayat: 49).
·
Al Maidah ayat
110.
(Ingatlah),
ketika Allah mengatakan: "Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku
kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan ruhul qudus. Kamu
dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa;
dan (ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil,
dan (ingatlah pula) diwaktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang
berupa burung dengan ijin-Ku, kemudian kamu meniup kepadanya, lalu bentuk itu
menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. Dan (ingatlah) di waktu kamu
menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang
berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan
orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu
Aku menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu
mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang
kafir diantara mereka berkata: "Ini tidak lain melainkan sihir yang
nyata".
(QS: Al-Maidah Ayat: 110)
(QS: Al-Maidah Ayat: 110)
2.
Fatwa MUI
tentang kusta
Fatwa MUI juga berdasarkan Surah Ali Imran
ayat 49 dan Al Maidah ayat 110 ditambah dengan Hadis Rasulullah SAW:
“Berobatlah, hai hamba Allah karena sesungguhnya Allah SWT tidak mengadakan
penyakit kecuali mengadakan pula obat baginya. Hanya satu penyakit yang tidak
ada obatnya yaitu penyakit tua”. (Hadis riwayat Ahmad dalam Musnad-nya riwayat
Abu Daud. Tirmizi, Nasai dan Ibnu Majah. Lihat kitab Fath al –Qadi-III hal
238).
Dari Surah Ali
Imran 49 dan Al Maidah 110, Al Quran menjelaskan bahwa di dunia ini ada suatu
penyakit yang disebut sofak (kusta). Nabi Isa AS dapat menyembuhkan kusta hanya
dengan seizin Allah artinya berupa mukjizat yang diperoleh dari Allah SWT.
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1. Biodata
Umur memberikan petunjuk mengenai dosis obat yang diberikan, anak-anak dan
dewasa pemberian dosis obatnya berbeda. Pekerjaan, alamat
menentukan tingkat sosial, ekonomi dan tingkat kebersihan lingkungan. Karena pada kenyataannya bahwa sebagian besar penderita kusta adalah dari
golongan ekonomi lemah.
2. Riwayat penyakit
sekarang
Biasanya klien dengan penyakit kusta datang berobat dengan keluhan adanya lesi dapat tunggal atau multipel,
neuritis (nyeri tekan pada saraf) kadang-kadang gangguan keadaan umum penderita
(demam ringan) dan adanya komplikasi pada organ tubuh.
3. Riwayat kesehatan
masa lalu
Pada klien dengan reaksinya mudah
terjadi jika dalam kondisi lemah, kehamilan, malaria, stres, sesudah mendapat
imunisasi.
4. Riwayat kesehatan
keluarga
kusta merupakan penyakit menular yang menahun yang disebabkan oleh kuman kusta (
mikobakterium leprae) yang masa inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah
satu anggota keluarga yang mempunyai penyakit morbus hansen akan tertular.
5. Riwayat psikologi
Klien yang menderita penyakit kusta akan malu karena sebagian besar masyarakat akan beranggapan bahwa penyakit
ini merupakan penyakit kutukan, sehingga klien akan menutup diri dan menarik
diri, sehingga klien mengalami gangguan jiwa pada konsep diri karena penurunan
fungsi tubuh dan komplikasi yang diderita.
6. Pola aktivitas
sehari-hari
Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan dan
kaki maupun kelumpuhan. Klien mengalami
ketergantungan pada orang lain dalam perawatan diri karena kondisinya yang
tidak memungkinkan
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
klien biasanya dalam keadaan demam karena reaksi berat pada tipe I, reaksi
ringan, berat tipe II morbus hansen. Lemah karena adanya gangguan saraf tepi
motorik.
1. Sistem
penglihatan
Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik,
kornea mata anastesi sehingga reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi
mengakibatkan kebutaan, dan saraf tepi motorik terjadi kelemahan mata akan
lagophthalmos jika ada infeksi akan buta.Pada morbus hansen tipe II reaksi
berat, jika terjadi peradangan pada organ-organ tubuh akan mengakibatkan
irigocyclitis. Sedangkan pause basiler jika ada bercak pada alis mata maka
alismata akan rontok.
2. Sistem syaraf
·
Kerusakan fungsi sensorik
Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan
terjadinya kurang/ mati rasa. Akibat kurang/ mati rasa pada
telapak tangan dan kaki dapat terjadi luka, sedang pada kornea mata
mengkibatkan kurang/ hilangnya reflek kedip
·
Kerusakan fungsi motorik
Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi
lemah/ lumpuh dan lama-lama ototnya mengecil (atropi) karena tidak
dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki menjadi bengkok dan akhirnya dapat
terjadi kekakuan pada sendi (kontraktur), bila terjadi pada mata akan
mengakibatkan mata tidak dapat dirapatkan (lagophthalmos).
·
Kerusakan fungsi otonom
·
Terjadi gangguan pada kelenjar keringat,
kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga
kulit menjadi kering, menebal, mengeras dan akhirnya dapat pecah-pecah.
3. System Musculoskeletal
Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya kelemahan atau kelumpuhan
otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan atropi.
4. System Integumen
Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti panu), bercak eritem
(kemerah-merahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul (benjolan). Jika ada
kerusakan fungsi otonom terjadi gangguan kelenjar keringat, kelenjar
minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit kering,
tebal, mengeras dan pecah-pecah. Rambut: sering didapati kerontokan
jika terdapat bercak.
B. Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri kronik
berhubungan dengan agen-agen penyebab cedera
Tujuan dan
kriteria hasil
( NOC )
|
Intervensi
( NIC )
|
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24
jam kriteria hasil yaitu
1.
Menyatakan secara verbal pengetahuan tantang
cara alternatif untuk meredakan nyeri
2.
Tidak menunjukkan adanya nyeri meningkat
3.
Nyeri teratasi
|
1.
Kaji tingkat nyeri termasuk termasuk
karakteristik,kualitas,durasi dan frekwensi
2.
Observasi tanda-tanda vital.
3.
Ajarkan dan anjurkan kilien melakukan tehnik
relaksasi
4.
Atur posisi senyaman mungkin.
5.
Kolaborasi dalam penberian analgetik
|
2.
Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi
Tujuan dan
kriteria hasil
( NOC )
|
Intervensi
( NIC )
|
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24
jam kriteria hasil yaitu
1.
menunjukkan regenerasi jaringan
2.
tidak ada lepuh atau maserasi pada kulit
3.
eritema kulit dan eritema di sekitar luka
minimal
|
1.
Kaji/catat warna lesi, perhatikan jika
ada jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka
2.
Berikan perawatan khusus pada
daerah yang terjadi inflamasi
3.
Evaluasi warna lesi dan jaringan
yang terjadi inflamasi, perhatikan adakah penyebaran pada jaringan sekitar.
4.
Bersihkan lesi dengan sabun pada
waktu direndam.
5.
Istirahatkan bagian yang terdapat
lesi dari tekanan.
6.
Konsultasi pada dokter tentang implementsi
pemberian makanan dan nutrisi untuk meningkatkan potensi penyembuhan luka
|
3.
Intoleransi
aktifitas berhubungan dengan kelemahan otot
Tujuan dan
kriteria hasil
( NOC )
|
Intervensi
( NIC )
|
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24
jam kriteria hasil yaitu
1.
Menunjukan toleransi aktivitas
2.
Menampilkan aktifitas kehidupan sehari-hari
|
1.
Kaji tingkat kemampuan klien
2.
Anjurkan periode untuk istrahat dan
aktivitas secara bergantian
3.
Bantu klien untuk mengubah posisi secara
berkala
4.
Lakukan latihan rentang gerak secara
konsisten, diawali dengan pasif kemudian aktif
5.
Kolaborasi dengan ahli terapi dalam
memberikan terapi yang tepat
|
4.
Gannguan citra
tubuh berhubungan dengan
Tujuan dan
kriteria hasil
( NOC )
|
Intervensi
( NIC )
|
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24
jam kriteria hasil yaitu
1.
Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
2.
Menentukan penerimaan penampilan
3.
Memelihara interaksi sosial yang dekat dan
hubungan personal
|
1.
Kaji respon verbal dan nonverbal klien
terhadap dirinya
2.
Jelaskan tentang pengobatan, perawatan,
kemajuan dan prognosis penyakit
3.
Beri dorongan kepeda klien dan keluarga
untuk mengungkapkan perasaannya
4.
Bantu klien dalam mengatasi masalahnya
|
5. Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan
status mental
Tujuan dan
kriteria hasil
( NOC )
|
Intervensi
( NIC )
|
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24
jam kriteria hasil yaitu
1.
Menunjukkan keterlibatan sosial
2.
Dapat berinteraksi baik dengan masyarakat
3.
Berpartisipasi dalam aktivitas dengan orang
lain
4.
Mengembangkan hubungan satu sama lain
|
1.
Bina hubungan teraupetik dengan pasien yang
mengalami kesulitan berinteraksi dengan orang lain
2.
Bantu pasien membedakan antara persepsi dan
kenyataan
3.
Kurangi stigma isolasi dengan menghormati
martabat pasien
4.
Fasilitasi kemempuan individuuntuk
berinteraksi dengan orang lain
5.
Fasilitasi dukungan kepada pasien oleh
keluarga, teman, dan komunitas
|
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan
Tujuan dan
kriteria hasil
( NOC )
|
Intervensi
( NIC )
|
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24
jam kriteria hasil yaitu
1.
Klien mampu mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala cemas
2.
Mengidentifikasi , mengungkapkan dan
menunjukkan tehnik untuk mengontrol cemas
|
1.
Kaji tingkat kecemasan
2.
Gunakan pendekatan yang menenangkan
3.
Jelaskan semua prosedur dan apa yang di
rasakan selama prosedur
4.
Dorond pasien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan dan persepsi
5.
Kolaborasi dalam pemberian obat penurun
cemas
|
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan
informasi in adekuat
Tujuan dak
kriteria hasil
( NOC )
|
Intervensi
( NIC )
|
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1x24
jam kriteria hasil yaitu
1.
Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman
tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
2.
Pasien dan keluarga mampu melaksanakan
prosedur yang di jelaskan secara benar
3.
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan
kembali apa yang di jelaskan
|
1.
Kaji tingkat pengetahuan pasien
2.
Beri informasi tentang penyakit dan
pengobatan kepeda pasien
3.
Berikan motivasi pada klien tentang
kesembuhannya
4.
Diskusikan
setiap tindakan yang berhubungan dengan penyakitnya.
|
DAFTAR PUSTAKA
Judith M Wilkikson, Nancy R. Ahern.
Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta EGC, 2011
Amiruddin, Muh. Dali. Ilmu
Penyakit Kulit. Jakarta : Penerbit Hipokrates, 2000.
Mansjoer, Arif M. Kapita selekta
kedokteran, jilid 1. Media
aesculapius. Jakarta:
2000
thanks mbak tulisanya..
BalasHapuswah jadi tambah referensi lagi setelah baca2 disinihttp://www.tanyadok.com/kesehatan/kusta-apakah-bisa-disembuhkan ..
salam