KONSEP
MEDIK
1.
Pengertian
Rabun senja (nyctalopia) adalah gangguan
penglihatan kala senja atau malam hari, atau pada keadaan cahaya remang-remang.
Banyak juga menyebutnya sebagai rabun ayam, mungkin didasari fenomena dimana
ayam tidak dapat melihat jelas di senja atau malam hari. Rabun senja merupakan
penyakit dengan keluhan tidak dapat melihat dengan baik dalam keadaan gelap
(waktu senja).
Rabun
senja ini merupakan manifestasi defisiensi vitamin A yang paling awal. Pada
rabun senja, mata terlihat normal hanya saja penglihatan menjadi menurun saat
senja tiba atau tidak dapat melihat di dalam lingkungan yang kurang cahaya.
Rabun senja paling banyak dialami oleh anak-anak, pada anak berusia 1 sampai 3
tahun hal ini bisa terjadi karena tidak lama setelah disapih anak tersebut
diberikan makanan yang tidak mengandung vitamin A. (Sommer 1978).
2.
Etiologi
Penyebab rabun senja adalah:
a. Konsumsi
makanan yg tidak mengandung cukup vitamin A atau provitamin A untuk jangka
waktu yang lama.
b. Bayi
tidak diberikan ASI Eksklusif
c. Menu
tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein, seng/Zn atau zat gizi
lainnya) yang diperlukan untuk penyerapan vitamin A dan penggunaan vitamin A
dalam tubuh.
d. Adanya
gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada penyakit-penyakit
antara lain penyakit pankreas, diare kronik, Kurang Energi Protein (KEP) dan
lain-lain sehingga kebutuhan vitamin A meningkat.
e. Adanya
kerusakan hati, seperti pada kwashiorkor dan hepatitis kronik, menyebabkan
gangguan pembentukan RBP (Retinol Binding Protein) dan pre-albumin yang penting
untuk penyerapan vitamin A.
3.
Patofisiologi
Bentuk penyimpanan dalam hati dalam
bentuk retinol sebagai asupan dari vitamin A dan beta carotene. Ketika asupan
vitamin A melebihi 300-1200 µg/hari, kelebihan akan disimpan dan cadangan di
hati meningkat. Ketika asupan vitamin A kurang dari jumlah yang dibutuhkan,
cadangan retinol dalam hati akan dikeluarkan untuk memelihara serum retinol
pada tingkat normal (di atas 200 µg)). Ketika asupan vitamin A terus menerus
berkurang untuk jangka waktu yang lama, cadangan dalam hati akan menipis,
tingkat serum retinol akan turun, fungsi epitel terganggu, dan tanda-tanda
xerophthalmia terlihat.
Retinol penting untuk elaborasi
rodopsin (penglihatan remang-remang) oleh batang, yaitu reseptor sensori retina
yang bertanggung jawab untuk penglihatan dalam cahaya tingkat rendah.
Defisiensi vitamin A dapat mengganggu produksi rodopsin, mengganggu fungsi
batang sehingga menimbulkan rabun senja. Durasi ketidakcukupan asupan terjadi
tergantung dari jumlah vitamin A yang dicerna, tingkat penyimpanan hati, dan
tingkat penggunaan vitamin A yang digunakan oleh tubuh.
Anak-anak dengan status gizi buruk,
asupan vitamin A yang sangat sedikit akan memiliki cadangan yang terbatas.
Ketika asupan vitamin A tidak ada dari diet atau terjadi gangguan penyerapan
dan terjadi peningkatan kebutuhan. metabolisme dapat secara cepat menghabiskan
cadangan retinol dalam hati dan merusak kornea, walaupun mata pada saat itu
masih terlihat normal. Ketersediaan vitamin A juga tergantung pada status gizi
anak secara keseluruhan. Jika asupan protein kurang maka sintesis RBP pun akan
menurun. Serum Retinol akan menurun walaupun cadangan di hati normal. Akhirnya,
hati tidak dapat menyimpan lagi vitamin A atau mensisntesis RBP secara normal
(Sommer 1978).
4.
Manifestasi klinis
Rabun
senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina. Tanda dan gejala pada
penderita rabun senja adalah:
a. Daya
pandang menurun, terutama pada senja hari atau saat ruangan keadaan ringan, sel
batang retina sulit beradaptasi di ruang remang-remang atau kurang setelah lama
berada di cahaya terang.
b. Penglihatan
menurun pada senja hari, yaitu penderita tidak dapat melihat di lingkungan yang
kurang cahaya, sehingga disebut juga buta senja.
c. Terjadi
kekeringan mata,
d. Bagian
putih menjadi suram
e. sering
pusing. (Wijayakusuma 2008).
5.
Pemeriksaan Diagnostik
·
Tes adaptasi gelap
·
Kadar vitamin A dalam darah (kadar < 20 mg / 200 ml
menunjukkan kekurangan intake)
6.
Penatalaksanaan
Pengobatan
rabun senja tergantung pada penyebabnya.
·
Jika karena katarak
(maka katarak
sebaiknya dioperasi).
·
Jika karena kekurangan vitamin A (maka harus diberikan vitamin A dalam jumlah yang cukup,
baik berupa suplemen maupun dari makanan sehari-hari).
·
Menginjeksikan vitamin A secara intramuscular sebanyak 55
mg retinol palmitat (100.000 IU)..
·
Jika secara parenteral tidak tersedia, dapat diberikan
sebanyak 110 mg retinol palmitat (200.000 IU) dalam air atau minyak, melalui
mulut.
·
Dosis sebaiknya berkurang setengah dari jumlah yang
seharusnya pada anak berusia kurang dari satu tahun.
·
Sebaiknya pengobatan dilakukan selama 2-6 bulan.
7.
Komplikasi
1. Katarak
2. glaucoma
3. Xerophthalmia
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1. Data Demografi
a. Biodata
Nama,
umur, Jenis kelamin, Agama, Suku/bangsa, Pendidikan, Pekerjaan, Status, Alamat.
Penanggung
Jawab
Nama, Jenis kelamin, Pekerjaan , Hubungan dengan klien, Alamat.
2.
Riwayat
Kesehatan
a.
Riwayat
Kesehatan Sekarang
·
Keluhan
Utama
Alasan
Klien masuk Rumah Sakit
·
Riwayat
Keluhan Utama
a. Identifikasi
penurunan gangguan ketajaman penglihatan atau kehilangan medan penglihatan,
apakah kondisi tersebut unilateral atau bilateral.
b. Tanyakan
pada klien apakah pernah menjalani tes adptasi gelap.
c. Asuhan yang
pernah diberikan oleh spesialis mata dan frekuensinya.
d. Apakah ada
riwayat trauma pada mata
e. Apakah ada
riwayat nyeri kepala, pusing, nyeri okuler atau dahi, mata gatal.
f. Klien
ditanya tentang keluhan yang menyebabkan klien meminta pertolongan pada tim
kesehatan.
g. Jika ada
keluhan nyeri, kaji lokasi, awitan, durasi, penurunan ketajaman penglihatan,
keadaan saat nyeri timbul, upaya mengurangi nyeri dan berat nyeri.
·
Riwayat
kesehatan masa lalu
Tanyakan pada klien apakah memiliki riwayat alergi
terhadap makanan, obat-obatan, serta klien tidak mengkonsumsi minuman alkohol
dan klien tidak merokok.
·
Riwayat
kesehatan keluarga
(Kemungkinan
penyakit keturunan, penyakit yang menular akibat kontak langsung maupun tidak
langsung antar anggota keluarga, riwayat alergi dalam satu keluarga).
·
Riwayat
Psikososial
Pengkajian
psikososial difokuskan pada aktivitas kehidupan klien sehari-hari, kaji
bagaimana klien menghadapi masalah tersebut, serta kaji pengetahuan klien
tentang penyakitnya.
·
Keadaan
lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit
Kaji kondisi
lingkungan klien yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit.
3.
Pemeriksaan
Fisik
a. Keadaan umum klien
Inspeksi
Penampilan klien, Ekspresi wajah, bicara, mood, Berpakaian dan kebersihan umum,
Tinggi badan, Berat Badan, gaya jalan.
b.
Tanda
– tanda Vital
Pemeriksaan
tanda-tanda vital meliputi tekanan darah, suhu, nadi, dan respirasi.
c. Sistem pernafasan
·
Hidung
bentuk
hidung simetris atau tidak, pernafasan cuping hidung,
adanya sekret/polip, passase udara.
·
Leher
Bentuk leher
simetris atau tidak, ada benjolan atau tidak, ada tumor atau tidak.
·
Dada
Bentuk
dada (normal,barrel,pigeon chest), Keadaan proxsesus xipoideus, Suara nafas
(trakhea, bronchial, bronchovesikular), Perbandingan ukuran anterior, posterior
dengan transversi, Gerakan dada (kiri dan kanan, apakah ada retraksi), Apakah
ada suara nafas tambahan, Apakah ada
clubbing finger.
d. Sistem kardiovaskuler
Bunyi jantung reguler, perkusi jantung pekak, palpasi
denyut nadi terdengar atau teraba jelas, tekanan darah 120/80 mmHg CRT<2
detik, tidak ada pembesaran area jantung.
e. Sistem perncernaan
Ada atau tidak stomatitis, jumlah gigi lengkap atau tidak
, lidah bebas bergerak atau tidak, refleks menelan baik atau tidak, terdengar
peristaltik usus atau tidak, ada atau tidak nyeri tekan pada abdomen, teraba
atau tidak pembesaran hepar dan lien, terdengar bunyi timpani atau tidak.
f. Sistem indera
1. Mata
·
Kesimetrisan
Mata
Observasi kesimetrisan mata, Klien mampu membedakan
warna atau tidak, bisa menggerakan bola mata kesegala arah atau tidak, terdapat
sekret atau tidak, periksa mata klien lebih besar atau menonjol.
·
Bulu mata
Perhatikan letak bulu mata dan penyebarannya. Bulu
mata selain berfungsi sebagai pelindung, juga dapat menjadi iritan bagi mata
bila menjadi panjang dan salah arah, serta dapat mengakibatkan iritan pada
kornea.
·
Alis dan kelopak mata
Inspeksi kelopak mata, anjurkan pasien melihat ke
depan, anjurkan klien menutup kedua
mata, lihat bentuk kelopak mata, lihat keadaan kulit kelopak mata serta
pinggiran kelopak mata, catat jika ada kelainan (kemerahan). Perhatikan
keluasan mata dalam membuka.
·
Kelenjar lakrimalis
observasi bagian kelenjar lakrimal dengan cara
meretraksi kelopak mata atas dan menyuruh klien untuk melihat ke bawah. Kaji
adanya edema pada kelenjar lakrimal, perawat dapat menekan sakus lakrimalis
dekat pangkal hidung untuk memeriksa adanya obstruksi duktus nasolakrimalis,
jika di dalamnya terdapat peradangan akan keluar cairan pungtum lakrimalis.
Punktum lakrimalis dapat diobservasi dengan cara menarik kelopak mata bawah
secara halus melalui pipi. ( Potter, 2006 ).
·
Konjungtiva dan sclera
Inspeksi sclera dan konjungtiva bulbaris bersamaan.
Jika pada konjungtiva palpebra klien mengalami kelainan, maka palpebra atas dan
bawah harus dibalik. Palpebra bawah dibalik denagn cara menarik batas atas kea
rah pipi sambil klien dianjurkan untuk melihat ke atas. ( Brunner, 2002 ).
Amati keadaan konjungtiva, kantong konjungtiva bagian
bawah, catat bila ada pus atau warna tidak normal seperti anemis. Kaji warna
sclera, pada keadaan normal berwarna putih. Warna kekuning – kuningan dapat
mengindikasikan jaundis/ikterik atau masalah sistemik.
·
Kornea
observasi dengan cara memberikan sinar secara serong
dari beberapa sudut. Kornea seharusnya transparan, halus, jernih dan bersinar.
Observasi adanya kekeruhan yang mungkin adalah infiltrate atau sikatrik akibat
trauma atau cedera. Cikatrik kornea dapat berupa nebula ( bercak seperti awan
yang hanya dapat dilihat di kamar gelap dengan cahaya buatan ). Macula ( bercak
putih yang dapat dilihat di kamar terang ) dan leukoma ( bercak putih seperti
porselen yang dapat dilihat dari jarak jauh ). Jika klien sadar juga dapat
dilakukan reflek berkedip.
·
Pupil
Amati warna iris ukuran dan bentuk pupil yang bulat
dan teratur. Pupil yang tidak bulat dan teratur akibat perlengketan iris dengan
lensa/kornea (sinekkia).
Lakukan pengkajian terhadap reflek cahaya. Pupil yang
normal akan berkontriksi secara reguler dan konsentris,efek tidak
langsung,pupil mengecil pada penyinaran mata disebelahnya. Reaksi yang lambat
atau tidak adanya reaksi dapat terjadi pada kasus peningkatan tekanan
intrakranial (bentuk normal: isokor, pupil yang mengecil (<2mm) disebut miosis,
amat kecil disebut : pinpoint, sedangkan yang
melebar (>5mm)disebut midriasis). Nyatakan
besarnya pupil dalam mm ( normalnya 2-5mm).
Pemeriksaan pupil normal biasanya didokumentasikan dan
disingkat PERRLA : Pupil Equal Round and Reaktif to Light and Accomodation (pupil
seimbang, bulat, dan bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi).
2. Hidung
Observasi
kesimetrisan hidung, apakah ada sekret yang menghalangi penciuman, perih
dihidung, trauma, dan mimisan.
3. Telinga
Tampak simetris, tidak terdapat edema telinga, tidak
ada sekret dan bau pada telinga, mampu membedakan bunyi, Telinga tampak bersih,
tidak ada nyeri tekan pada tel
g. Sistem Saraf
·
Nervus I (olvactorius), Fungsi penciuman baik atau
tidak
·
Nervus II ( Optikus ), Penglihatan kabur atau normal.
·
Nervus III, IV, VI (Okulomotorius, troklearis, abdusen
) Fungsi kontraksi terhadap cahaya baik
atau tidak.
·
Nervus V (Trigeminus), Dapat merasakan usapan atau
tidak.
·
Nervus VII (fasialis) ,
Mampu merasakan rasa asin, manis dan pahit atau tidak
·
Nervus VIII (Auditorius), klien bisa mendengar dengan
baik atau tidak
·
Nervus IX (Glasofaringeus): klien mampu menelan atau
tidak.
·
Nervus X (Vagus), klien mampu bersuara atau tidak.
·
Nervus XI (Assesorius), klien mampu menoleh dan
mengangkat bahu.
·
Nervus XII (Hipoglosus), klien mampu menggerakan
lidah.
h. Sistem muskuloskeletal
Kepala ( bentuk kepala ), Vertebrae
(bentuk, gerakan, ROM ), Pelvis (Thomas test, trendelenberg test,
ortolani/barlow test, ROM), Lutut (Mc
Murray Test, Ballotement, ROM) , Kaki (keutuhan ligamen, ROM), Bahu, Tangan.
i. Sistem Integumen
Rambut
(warna, penyebaran merata, bersih, tidak mudah rontok, tidak ada udem) suhu , Kulit (perubahan warna, temperatur, kelembaban,bulu
kulit, erupsi, tahi lalat, ruam, texture ), dan Kuku ( warna, permukaan kuku, mudah patah,
kebersihan ).
j. Sistem Endokrin
Kelenjar
tiroid, Percepatan pertumbuhan, Gejala kreatinisme atau gigantisme Ekskresi urine berlebihan , polydipsi,
poliphagi, Suhu tubuh yang tidak seimbang , keringat berlebihan, leher
kaku ), Riwayat bekas air seni
dikelilingi semut.
k. Sistem perkemihan
Ada
pembesaran ginjal atau tidak, ada atau
tidak distensi kandung kemih, ada atau tidak penyakit hubungan seksual.
l.
Sistem
Reproduksi
1.
Wanita
Payudara (putting, areola mammae, besar, perbandingan
kiri dan kanan), Labia mayora dan minora, Keadaan hymen, Haid pertama, Siklus
haid.
2.
Laki-laki
Keadaan gland penis (uretra), Testis (sudah turun/belum), Pertumbuhan rambut (kumis,
janggut, ketiak), Pertumbuhan jakun, Perubahan suara.
m. Sistem Immun
Apakah klien memiliki riwayat alergi atau
tidak ( cuaca, debu, bulu binatang, zat kimia ), Immunisasi, Penyakit yang
berhubungan dengan perubahan cuaca, Riwayat transfusi dan reaksinya .
B.
PENYIMPANGAN KDM
Defisiensi vit. A
Penurunan absorbsi
Berlangsung dalam waktu yg lama
Cadangan dalam hepar vitamin & protein menurun
Tingkat serum retinol menurun
|
|
|
C.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan presepsi sensori
penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori.
2. Deficit
pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif
3. Resiko cedera berhubungan dengan
disfungsi sensorik.
4. Resiko
mata kering berhubungan dengan defisiensi vitamin A
B.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1. Gangguan
presepsi sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Setelah di lakukan tindakan keperawatan
….x24 jam. Maka klien akan:
1. Berpartisipasi
dalam program pengobatan
2. Mempertahankan
lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut.
3. Mengenal
gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
4. Mengidentifikasi
potensial bahaya dalam lingkungan.
|
1.
Tentukan ketajaman penglihatan
2.
catat apakah satu atau kedua mata terlibat.
3.
Orientasikan pasien terhadap lingkungan,
staf, orang lain diareanya.
4.
Kolaborasi : berikan obat sesuai indikasi
|
2.
Deficit
pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Setelah
di lakukan tindakan keperawatan ….x24 jam. Maka klien akan:
1. Pasien
dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan
program pengobatan
2. Pasien dan
keluarga mampu melaksanakan prosedur yang di jelaskan secara benar.
|
1.
Berikan penilaian tentang pengetahuan
pasien tentang proses yang spesifik.
2.
Jelaskan patofisiologi penyakit
3.
Gambarkan proses penyakit, dengan brnar dan
tepat
4.
Instruksikan pasien mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehata, dengan cara yang
tepat.
|
3.
Resiko cedera berhubungan dengan
disfungsi sensorik.
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Setelah
di lakukan tindakan keperawatan ….x24 jam. Maka klien akan:
1.
Klien terbebas dari cedera
2.
Mampu memodifikasi gaya hidup untuk
mencegah injury
3.
Mampu mengenali perubahan status kesehatan
|
1.
Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien.
2.
Hindari lingkungan yang berbahaya
3.
Anjurkan keluarga untuk menemani pasien
4.
Pindahkan barang-barang yang dapat
membahayakan
5.
Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga
atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyakit kesehatan.
|
4. Resiko mata kering
berhubungan dengan defisiensi vitamin A
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Setelah
di lakukan tindakan keperawatan ….x24 jam. Maka klien akan:
1.
Ketajaman pusat penglihatan kanan dan kiri
2.
Respon stimulus penglihatan adekuat
3.
Tidak ada penglihatan kabur
4.
Tidak ada pusing
5.
Mata lembab
|
1. Monitor
tanda-tanda kemerahan, cairan atau ulserasi
2. Instruksikan
pasien tidak menggosok mata
3. Monitor
reflek kornea
4. Gunakan
tetes mata untuk melembabkan
|
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.
Santosa,B.
2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006. Jakarta : Prima Medika.
Wilkinson,
Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC.
Doenges,Marilynn,E.et.al.(1999),
Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar